JAKARTA - PT Arutmin Indonesia, anak usaha PT Bumi Resources Tbk
(BUMI), akan memasok batu bara sekitar 15,48 juta ton atau 30% dari
total kebutuhan batu bara PT PLN (Persero) tahun ini sebanyak 51,6 juta
ton. Helmi Najamuddin, Kepala Divisi Batu Bara PLN, menyatakan Arutmin
merupakan pemasok terbesar batu bara untuk pembangkit listrik yang
dikelola perseroan.
Menurut Helmi, pasokan batu bara dari Arutmin akan digunakan untuk mengoperasikan sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), seperti PLTU Indramayu di Jawa Barat, PLTU Labuan-Pandeglang di Banten, PLTU Teluk Naga-Tangerang di Banten dan PLTU Rembang di Jawa Tengah. "Kalori batu bara yang kami gunakan untuk pembangkit sekitar 4.200 kilokalori (kcal) per kilogram-4.500 kcal per kilogram dengan harga beli rata-rata sekitar Rp 720 per kilogram," kata Helmi kepada IFT, Senin.
Nur Pamudji, Direktur Utama PLN, memperkirakan konsumsi batu bara khusus untuk kebutuhan pembangkit pada 2012 mencapai 39,6 juta ton, naik 34% dibandingkan dengan estimasi realisasi tahun lalu. Jika ditambah kebutuhan pembangkit yang dioperasikan oleh produsen listrik swasta (independent power producer) sebesar 12 juta ton, total kebutuhan batu bara untuk seluruh pembangkit mencapai 51,6 juta ton. "Kami akan menyelesaikan sejumlah pembangkit dalam proyek 10 ribu megawatt tahap I pada tahun ini, sehingga porsi batu bara naik 10 juta ton," ujarnya.
Beberapa pembangkit dalam proyek 10 ribu megawatt tahap I yang mulai beroperasi tahun ini adalah PLTU unit 1 Pacitan di Jawa Timur di kapasitas 1x300 megawatt, PLTU unit 1 berkapasitas 300 megawatt di Pelabuhan Ratu, Sukabumi di Jawa Barat, dan PLTU Cirebon di Jawa Barat berkapasitas 600 megawatt. Juga, PLTU Paiton-Probolinggo di Jawa Timur berkapasitas 800 megawatt, PLTU Tarahan di Lampung berkapasitas 2x100 megawatt, dan PLTU Naganraya di Nanggroe Aceh Darussalam berkapasitas 2x110 megawatt. "Kami menargetkan total proyek 10 ribu megawatt yang sudah beroperasi tahun ini sekitar 6.000 megawatt dan seluruh proyek dapat beroperasi pada 2014," katanya.
Menurut Nur, kenaikan konsumsi batu bara di pembangkit akan mendorong penurunan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk pembangkit sekitar 30% atau sebanyak 7,49 juta kiloliter. Selain dipicu kenaikan konsumsi batu bara, berkurangnya konsumsi bahan bakar minyak juga disebabkan meningkatnya pasokan gas di pembangkit PLN.
Volume penggunaan gas 356,36 triliun British thermal unit atau naik 25% dibanding estimasi realisasi 2011. Penurunan penggunaan bahan bakar minyak ini secara otomatis akan menurunkan biaya pokok produksi listrik PLN sekitar 13,2% menjadi Rp 1.166 per kilowatt hour.
Menurut perhitungan IFT, PLN diproyeksikan membutuhkan dana Rp 37,15 triliun untuk membeli batu bara sebanyak 51,6 juta ton di 2012. Perhitungan ini dengan menggunakan asumsi harga batu bara Rp 720 per kilogram dan volume pembelian batu bara sepanjang tahun depan sebanyak 51,6 juta ton. Sedangkan Arutmin sebagai pemasok batu bara terbesar ke PLN berpotensi meraih pendapatan sekitar Rp 11, 14 triliun dari penjualan sekitar 15,48 juta ton batu bara sepanjang tahun ini.
Perusahaan lain yang memasok batu bara ke PLN adalah PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Badan usaha milik negara di sektor pertambangan batu bara tersebut menyediakan 9,5 juta ton batu bara ke PLN dan anak usahanya atau naik 13% dibandingkan tahun lalu sekitar 8,4 juta ton. Batu bara yang dipasok perseroan berkadar 5.900 kcal per kilogram.
Harga Menguntungkan
Komaidi Notonegoro, Deputi Direktur Refor-Miner Institute, menilai harga beli batu bara PLN sekitar Rp 720 per kilogram merupakan harga yang menguntungkan bagi PLN dan juga pemasok batu bara. Apalagi, para pemasok batu bara tidak perlu mengekspor batu baranya sehingga biaya transportasi berkurang. “Risiko di perjalanan juga minim sehingga ada penghematan dari biaya asuransi," ujar dia.
Menurut Komaidi, terus meningkatnya pemanfaatan batu bara untuk pembangkit PLN akan menurunkan biaya pokok produksi listrik perseroan sehingga secara otomatis akan mengurangi subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Biaya pokok produksi listrik dengan batu bara sekitar Rp 600-Rp 700 per kilowatt hour dan Rp 2.000-Rp 3.000 per kilowatt hour jika menggunakan bahan bakar minyak.
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1991 K/30/MEM/2011, Bumi Resources melalui dua anak usahanya PT Kaltim Prima Coal dan Arutmin Indonesia, menjadi pemasok terbesar batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) pada 2012. Bumi Resources akan memasok sebesar 19,27 juta ton batu bara atau sekitar 23,47% dari total kebutuhan batu bara domestik 2012 sebanyak 82,07 juta ton. Pasokan batu bara juga datang dari PT Adaro Indonesia, anak usaha PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sebanyak 11,74 juta ton dan PT Kideco Jaya Agung, anak usaha PT Indika Energy Tbk (INDY) yang memasok 8,03 juta ton.
Pemerintah mewajibkan badan usaha pertambangan batu bara memenuhi presentase minimal penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri pada 2012 sebesar 24,72% atau sekitar 82,07 juta ton dari total produksi batu bara nasional 332 juta ton. Angka ini naik 3,8% dibandingkan target yang ditetapkan pemerintah tahun ini 78,97 juta ton.
Selain pembangkit listrik, batu bara domestik juga dialokasikan untuk metalurgi sebesar 320 ribu ton, terdiri atas 130 ribu ton untuk PT International Nickel Indonesia Tbk yang akan beralih nama menjadi PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan 190 ribu ton untuk PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Alokasi lainnya sebesar 12,23 juta ton untuk kebutuhan pengoperasian pabrik semen, tekstil, pupuk, dan kertas. []
Menurut Helmi, pasokan batu bara dari Arutmin akan digunakan untuk mengoperasikan sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), seperti PLTU Indramayu di Jawa Barat, PLTU Labuan-Pandeglang di Banten, PLTU Teluk Naga-Tangerang di Banten dan PLTU Rembang di Jawa Tengah. "Kalori batu bara yang kami gunakan untuk pembangkit sekitar 4.200 kilokalori (kcal) per kilogram-4.500 kcal per kilogram dengan harga beli rata-rata sekitar Rp 720 per kilogram," kata Helmi kepada IFT, Senin.
Nur Pamudji, Direktur Utama PLN, memperkirakan konsumsi batu bara khusus untuk kebutuhan pembangkit pada 2012 mencapai 39,6 juta ton, naik 34% dibandingkan dengan estimasi realisasi tahun lalu. Jika ditambah kebutuhan pembangkit yang dioperasikan oleh produsen listrik swasta (independent power producer) sebesar 12 juta ton, total kebutuhan batu bara untuk seluruh pembangkit mencapai 51,6 juta ton. "Kami akan menyelesaikan sejumlah pembangkit dalam proyek 10 ribu megawatt tahap I pada tahun ini, sehingga porsi batu bara naik 10 juta ton," ujarnya.
Beberapa pembangkit dalam proyek 10 ribu megawatt tahap I yang mulai beroperasi tahun ini adalah PLTU unit 1 Pacitan di Jawa Timur di kapasitas 1x300 megawatt, PLTU unit 1 berkapasitas 300 megawatt di Pelabuhan Ratu, Sukabumi di Jawa Barat, dan PLTU Cirebon di Jawa Barat berkapasitas 600 megawatt. Juga, PLTU Paiton-Probolinggo di Jawa Timur berkapasitas 800 megawatt, PLTU Tarahan di Lampung berkapasitas 2x100 megawatt, dan PLTU Naganraya di Nanggroe Aceh Darussalam berkapasitas 2x110 megawatt. "Kami menargetkan total proyek 10 ribu megawatt yang sudah beroperasi tahun ini sekitar 6.000 megawatt dan seluruh proyek dapat beroperasi pada 2014," katanya.
Menurut Nur, kenaikan konsumsi batu bara di pembangkit akan mendorong penurunan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk pembangkit sekitar 30% atau sebanyak 7,49 juta kiloliter. Selain dipicu kenaikan konsumsi batu bara, berkurangnya konsumsi bahan bakar minyak juga disebabkan meningkatnya pasokan gas di pembangkit PLN.
Volume penggunaan gas 356,36 triliun British thermal unit atau naik 25% dibanding estimasi realisasi 2011. Penurunan penggunaan bahan bakar minyak ini secara otomatis akan menurunkan biaya pokok produksi listrik PLN sekitar 13,2% menjadi Rp 1.166 per kilowatt hour.
Menurut perhitungan IFT, PLN diproyeksikan membutuhkan dana Rp 37,15 triliun untuk membeli batu bara sebanyak 51,6 juta ton di 2012. Perhitungan ini dengan menggunakan asumsi harga batu bara Rp 720 per kilogram dan volume pembelian batu bara sepanjang tahun depan sebanyak 51,6 juta ton. Sedangkan Arutmin sebagai pemasok batu bara terbesar ke PLN berpotensi meraih pendapatan sekitar Rp 11, 14 triliun dari penjualan sekitar 15,48 juta ton batu bara sepanjang tahun ini.
Perusahaan lain yang memasok batu bara ke PLN adalah PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Badan usaha milik negara di sektor pertambangan batu bara tersebut menyediakan 9,5 juta ton batu bara ke PLN dan anak usahanya atau naik 13% dibandingkan tahun lalu sekitar 8,4 juta ton. Batu bara yang dipasok perseroan berkadar 5.900 kcal per kilogram.
Harga Menguntungkan
Komaidi Notonegoro, Deputi Direktur Refor-Miner Institute, menilai harga beli batu bara PLN sekitar Rp 720 per kilogram merupakan harga yang menguntungkan bagi PLN dan juga pemasok batu bara. Apalagi, para pemasok batu bara tidak perlu mengekspor batu baranya sehingga biaya transportasi berkurang. “Risiko di perjalanan juga minim sehingga ada penghematan dari biaya asuransi," ujar dia.
Menurut Komaidi, terus meningkatnya pemanfaatan batu bara untuk pembangkit PLN akan menurunkan biaya pokok produksi listrik perseroan sehingga secara otomatis akan mengurangi subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Biaya pokok produksi listrik dengan batu bara sekitar Rp 600-Rp 700 per kilowatt hour dan Rp 2.000-Rp 3.000 per kilowatt hour jika menggunakan bahan bakar minyak.
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1991 K/30/MEM/2011, Bumi Resources melalui dua anak usahanya PT Kaltim Prima Coal dan Arutmin Indonesia, menjadi pemasok terbesar batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) pada 2012. Bumi Resources akan memasok sebesar 19,27 juta ton batu bara atau sekitar 23,47% dari total kebutuhan batu bara domestik 2012 sebanyak 82,07 juta ton. Pasokan batu bara juga datang dari PT Adaro Indonesia, anak usaha PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sebanyak 11,74 juta ton dan PT Kideco Jaya Agung, anak usaha PT Indika Energy Tbk (INDY) yang memasok 8,03 juta ton.
Pemerintah mewajibkan badan usaha pertambangan batu bara memenuhi presentase minimal penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri pada 2012 sebesar 24,72% atau sekitar 82,07 juta ton dari total produksi batu bara nasional 332 juta ton. Angka ini naik 3,8% dibandingkan target yang ditetapkan pemerintah tahun ini 78,97 juta ton.
Selain pembangkit listrik, batu bara domestik juga dialokasikan untuk metalurgi sebesar 320 ribu ton, terdiri atas 130 ribu ton untuk PT International Nickel Indonesia Tbk yang akan beralih nama menjadi PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan 190 ribu ton untuk PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Alokasi lainnya sebesar 12,23 juta ton untuk kebutuhan pengoperasian pabrik semen, tekstil, pupuk, dan kertas. []
http://www.bakrieglobal.com/news/read/1518/Arutmin-Pasok-30-Kebutuhan-Batu-Bara-PLN-Tahun-Ini
iya keh....
BalasHapustes sharing...
BalasHapuskenapa tidak mengunakan energi hijau seperti palm kernel shell ( cangkang kelapa sawit ) agar penahan panas bumi seperti batubara bisa menahan gejolak alam.
BalasHapus