HALAMAN

Kamis, 31 Oktober 2013

KETAHANAN LEGUM KALIANDRA (Calliandra calothyrsus Meissn) TERHADAP PENURUNAN KADAR LENGAS TANAH DAN RESPON PERBAIKAN MELALUI PEMUPUKAN FOSFAT





(Persistence of Calliandra calothyrsus Meissn Legume to decreased soil moisture and improvement response by phosphate fertilizer)

Oleh

Sumarsono
Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro

ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui ketahanan tanaman pakan kaliandra akibat penurunan kadar lengas tanah dan pemupukan fosfat  Aspek yang diamati adalah  produksi bahan kering dan kadar protein kasar hijauan terkait dengan perakaran dan serapan nitrogen.
Penelitian dilaksanakan dengan percobaan faktorial 2 x 4 dalam rancangan acak lengkap 3 (tiga) ulangan.  Faktor pertama adalah lengas tanah W1 dan W2 berturut-turut 88 % dan 76 % kapasitas lapang.  Faktor kedua adalah dosis pupuk fosfat  P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut 0, 50, 100 dan 150 kg P2O5/ha. 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein kasar hijauan tidak dipengaruhi oleh kadar lengas tanah dan pemupukan fosfat. Penurunan kadar lengas tanah 88 % menjadi 76 % menurunkan jumlah bintil akar,  serapan nitrogen dan produksi bahan kering.  Makin tinggi pemupukan fosfat jumlah bintil akar,  serapan nitrogen dan produksi bahan kering juga makin tinggi. 

Kata kunci : Lengas tanah, Fosfat,  Kaliandra

ABSTRACT
The study was conducted to evaluate the persistence of  the calliandra green forage by soil moisture decreased and  phosphate fertilizer. The observation aspect are root nodul, nitrogen absorption, dry matter yield and crude protein green forage.
The factorial experiment 2 x 4 arranged by completely randomized design with three replication.   First factor are soil moisture   W1 and W2   respectively 88 % and 76 % water holding capacity.  Second factor are phosphate level fertilizer P0, P1, P2 and P3 respectively 0, 50, 100 and 150 kg P2O5/ha.  . 
The crude protein herbage was not significant affected by soil moisture and phosphate fertilizer.  The decreased soil moisture 88 % to 76 % decrease root nodul, nitrogen absorption,  and dry matter green forage.  The increased phosphate fertilizer result highly root nodul, nitrogen absorption,  and dry matter green forage.

Key words : soil moisture, phosphate,  Calliandra
PENDAHULUAN

Legum pohon kaliandra adalah legum pohon yang mempunyai harapan besar untuk intervensi pola tanam di lahan kering.  Introduksi legum pohon dalam pola tanam mempunyai manfaat ganda.  Pertama sebagai pakan mempunyai kandungan protein kasar tinggi, kedua apabila digunakan dalam pakan berbasis pakan kasar kualitas rendah akan meningkatkan efisiensinya (Jones, 1979).  Namun masih banyak yang digali terutama adaptasi di lahan kering dan cara memacu pertumbuhan awal, yaitu dengan memperbaiki lingkungan tumbuhnya.  Tanaman legum umumnya responsif terhadap pemupukan fosfat karena dibutuhkan untuk pertumbuhan perakaran dan aktivitas fiksasi nitrogen (Sumarsono, 2001, 2002).  Apabila pertumbuhan perakaran dapat dipacu pada awal pertumbuhan maka tanaman akan mampu beradaptasi pada kadar lengas tanah yang rendah.
Kaliandra termasuk dalam familia Leguminoseae dan sub familia Mimosaceae (Palmer et al 1994).  Kaliandra dibedakan yang berbunga putih dan berbunga merah yang dikenal sebagai kaliandra merah ((Calliandra calothyrsus Meissn)  Tanaman ini berbentuk perdu, berkayu, bertajuk lebat, dapat mencapai tinggi 45 meter dan akar dapat mencapai kedalaman 1,5 – 2 m.
            Tanaman kaliandra dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tahan pangkasan, cepat bersemi dan lebat, sistem perakaran dalam dan mampu membentuk bintil akar.  Mennurut Palmer et al (1994) habitat asli pertumbuhan kaliandra adalah rata-rata curah hujan 700 – 3000 mm/tahun dengan 1 – 7 bulan kering.  Namun adaptasi terbaik di Indonesia adalah curah hujan lebih dari 1000 mm/tahun.  Tumbuh baik pada tekstur tanah ringan, masam dan kurang subur, karena bersimbioses dengan rhizobium dan jamur mikoriza
Hasil hijauan pakan legum pohon telah banyak dipelajari.  Pemotongan secara teratur dapat menghasilkan hijaun cukup tinggi pada sistem kompanion dengan tanaman pangan (Kang dan Duguna, 1984).  Di Nigeria lamtoro dan gliricidia yang tumbuh pada budidaya lorong dengan jarak 4 meter dapat memproduksi 200 dan 100 kg N/ha/tahun dari 5 kali pemotongan (Kang et al, 1985).  Sumarsono (1989) memperlihatkan bahwa lamtoro Cunningham yang ditanam dengan jarak antar baris 1 meter memberikan hasil 16,12 t bahan kering/ha dengan produksi nitrogen 467,60 kg N/ha/tahun.  Menurut Roscercrance et al yang dikutip Palmer et al (1994), kaliandra  mempunyai  potensi yang sama dengan gliricidia pada sistem budidaya lorong dengan jarak 4 meter menghasilkan bahan kering 10 t/ha/tahun.
Di masa lalu tanaman legum lamtoro menjadi andalan sebagai tanaman konservasi dan hijauan pakan.  Namun adanya serangan kutu loncat menimbulkan keraguan terhadap penggunaan tanaman ini.  Oleh karena itu perlu adanya tanaman alternatif.  Penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa kaliandra menunjukkan ketegaran yang lebih baik dibandingkan lamtoro pada semua tingkat kelengasan tanah 100, 88, 76 dan 64 % kapasitas lapang yang dicobakan (Sumarsono et al 1993).  Tanaman kaliandra menunjukkan penampilan terbaik pada kadar lengas tanah 88 % kapasitas lapang.  Namun interaksinya dengan pemupukan fosfat perlu dipelajari untuk mengetahui apakah perbaikan pertumbuhan perakaran akan meningkatkan ketahanan terhadap penurunan kadar lengas tanah.


METODOLOGI  PENELITIAN


Materi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca laboratorium Ilmu Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Digunakan tanah latosol tembalang dengan hasil analisis tanah : 0,1671 % N total, 1,53 % bahan organik, 12 ppm P tersedia, 0,40 me/100 g dan pH (H20) 5,0.  Digunakan benih kaliandra merah, pupuk urea, TSP dan KCl, inokulan rhizobium dan pot percobaan kapasitas 10 kg.

Metoda Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan percobaan faktorial 2 x 4 dalam rancangan acak lengkap 3 (tiga) ulangan.  Faktor pertama adalah lengas tanah W1 dan W2 berturut-turut 88 % dan 76 % kapasitas lapang.  Faktor kedua adalah dosis pupuk fosfat  P0, P1, P2, dan P3 berturut-turut 0, 50, 100 dan 150 kg P2O5/ha.
Penelitian diawali dengan penyiapan 24 pot percobaan ukuran tinggi 30 cm dan diameter 30 cm.  Sebelumnya tanah dikering anginkan dan lolos ayakan 5 mm, diambil contoh untuk analisis kesuburan tanah.  Tanah dimasukkan pot percobaan dengan bobot sama diairi dengan kadar lengas tanah 100 % bersamaan dengan pemberian pupuk dasar.  Penyesuaian kadar lengas tanah sesuai perlakuan dilakukan pada 14 hari setelah tanam benih kaliandra.  Benih kaliandra sebelum tanam diberi inokulm rhizobium.  Tiap pot percobaan diisi 3 benih tanaman yang dipertahankan tumbuh satu tanaman per lubang pada saat penyeragaman.
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur  104 hari setelah tanam. Hasil pengamatan meliputi jumlah bintil akar, serapan nitrogen, produksi bahan kering, dan kadar protein kasar hijauan.  Data diolah secara statistik dengan analisis ragam dilanjutkan dengan pembandingan nilai tengah menurut prosedur uji beda jarak wilayah ganda Duncan menurut petunjuk Steel dan Torrie (1981).



HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pengaruh penuruan kadar lengas tanah dan pemupukan fofat terhadap jumlah bintil akar, serapan nitrogen, produksi bahan kering, dan kadar protein kasar hijauan pakan Kaliandra Merah (Calliandra calothyrsus Meissn) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.   Jumlah Bintil Akar, Produksi Bahan Kering, Kandungan Protein Kasar Hijauan Pakan Kaliandra Merah (Calliandra calothyrsus Meissn)

Perlakuan
Bintil Akar
Serapan Nitrogen Total
Produksi Bahan Kering
Kadar
Protein Kasar

. . butir/pot  . .
. . . .g/pot. . . .
. . . .g/pot. . . .
. . . .  % . . . .
W1
53,58a
0,80a
26,52a
16,18
W2
14,58b
0,50b
13,52b
16,55





P0
21,83b
0,58b
17,92b
16,02
P1
30,33ab
0,65ab
20,01ab
16,59
P2
35,00ab
0,67ab
20,81ab
16,22
P3
49,50a
0,70a
22,07a
16,64
                 Huruf yang sama pada kolom yang sama dan faktor perlakuan sama menunjukkan tidak berda nyata pada taraf 5 % UBJD.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh interaksi penurunan lengas tanah dan peningkatan pemupukan fosfat tidak nyata terhadap jumlah bintil akar, serapan nitrogen, produksi bahan kering, dan kadar protein kasar hijauan pakan Kaliandra Merah (Calliandra calothyrsus Meissn).  Penurunan kadar lengas tanah dan peningkatan pemupukan fosfat tidak nyata terhadap kadar protein kasar hijauan kaliandra.  Penurunan kadar lengas tanah dan peningkatan pemupukan fosfat nyata (P<0,05) terhadap jumlah bintil akar, serapan nitrogen dan produksi bahan kering.
Hasil pembandingan nilai tengah antar perlakuan menunjukkan bahwa secara umum terjadi penurunan yang nyata (P<0,05) jumlah bintil akar, serapan nitrogen dan produksi bahan kering dari kadar lengas tanah 88 % (W1) menjadi 76 % (W2).  Peningkatan pemupukan fosfat dari P0 menjadi P1, P2, dan P3 meningkatkan jumlah bintil akar, serapan nitrogen dan produksi bahan kering baik pada kadar lengas tanah 88 % (W1) maupun 76 % (W2).  Hasil UJBD menunjukkan bahwa peingkatan P0 menjadi P1 dan P2 tidak berbeda nyata, tetapi peningkatan P0 menjadi P3 berbeda nyata (P<0,05), walaupun di antara P1, P2 dan P3 juga tidak berbeda nyata,  baik terhadap jumlah bintil akar, serapan nitrogen dan produksi bahan kering.       
Pengaruh interaksi yang tidak nyata antara pemupukan fosfat dengan penurunan kadar lengas tanah menunjukkan bahwa, tidak terlihat adanya kompensasi peningkatan pertumbuhan perakaran tanaman akibat pemupukan fosfat dengan penurunan kadar lengas tanah.  Penyerapan fosfat membutuhkan kelarutan fosfat sehingga penurunan kadar lengas tanah juga akan menurunkan kelarutan fosfat.
 Hasil penelitian menunjukkan bahwa serapan nitrogen dan produksi bahan kering seiring dengan hasil pengamatan bintil akar. Turunnya kadar lengas tanah dari 88 % menjadi 76 % ternyata juga menurunkan jumlah bintil akar sehingga juga menurunkan serapan nitrogen yang pada gilirannya juga menurunkan produksi bahan kering hijauan kaliandra.  Namun peningkatan pemupukan fosfat meningkatkan perakaran yang tercermin dari meningkatnya jumlah bintil akar.  Peningkatan jumlah bintil akar mencerminkan luasnya perakaran sehingga meningkatkan infeksi bakteri rhizobium yang berperan dalam keaktifan fiksasi nitrogen simbiotik tanaman kaliandra.  Peningkatan keaktifitas fiksasi nitrogen akan meningkatkan serapan nitrogen yang pada gilirannya akan meningkatkan produksi bahan kering hijauan kaliandra. 

KESIMPULAN DAN SARAN

Tanaman kaliandra menunjukkan penampilan lebih baik pada kadar lengas tanah 88 %  dibanding 76 % kapasitas lapang.  Tidak diperoleh indikasi perbaikan pertumbuhan perakaran melalui pemupukan fosfat untuk meningkatkan ketahanan terhadap penurunan kadar lengas tanah berdasarkan produksi dan kualitas hijauan legum kaliandra.
Kadar protein kasar hijauan tidak dipengaruhi oleh kadar lengas tanah dan pemupukan fosfat. Penurunan kadar lengas tanah 88 % menjadi 76 % menurunkan jumlah bintil akar,  serapan nitrogen dan produksi bahan kering.  Makin tinggi pemupukan fosfat sampai 150 kg P205/ha jumlah bintil akar,  serapan nitrogen dan produksi bahan kering juga makin tinggi.  Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk manipulasi kondisi lingkungan tanah sehingga tanaman dapat tumbuh baik pada kadar lengas tanah rendah. 


DAFTAR PUSTAKA

Jones, R. J ., 1978.  The value of Leucaena leucocephala as feed for ruminat in the tropics.  World Animal Rev. 31 : 13 -23

Kang, B. T. And B. Duguna.  1984.  Nitrogen Management in Alley Cropping Systems.  ITTA, Ibadan, Nigeria.

Kang, B. T., H. Grimme and T. L. Lawson.  1985.  Alley cropping sequently cropped maize and cowpea with Leucaena on sandy soil in southern Nigeria.  Plant Soil 85 : 267-277.

Palmer, B. D. J Macqueen and Gutteridge.  1994.  Calliandra calothyrsus Multipurpose Tree Legume for |Humid Locations.  Pp. 64-72.  In Gutteridge, R. C. and H. M. Shelton (Ed).  Forage Tree Legumes in Tropical Agriculture.  CAB International, Walling Ford, Oxon, UK.

Steel, R.G.D dan J. H. Torrie.  1981.  Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik.  Edisi Bahasa Indonesia, Gramedia, Jakarta.

Sumarsono, 1989.  Pengaruh Kepadatan Populasi Lamtoro (Leucaena leucocephala (LAM) de Wit) Cunningham Terhadap Hasil Hijauan dan Jagung (Zea mays) pada Dua Pola Tanam Tumpangsari.  Disertasi Doktor, FPS – IPB, Bogor.

Sumarsono, D. W. Widjajanto, D. R. Lukiwati, T. Yudiarti dan S. Budiyanto.  1993.  Hasil dan Kualitas Hijauan Legum Pakan sebagai Tanaman Makanan Ternak dalam Hubungannya dengan Stress Air di Tanah Latosol.  Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan UNDIP, Semarang.

Sumarsono, 2001.  Hasil Hijauan Setaria (Setaria splendida Staft) dalam Pertanaman Campuran dengan (Centrosema pubescens Benth) yang Menerima Pupuk Fosfat dan Kotoran Ternak.  J. Pengemb. Pet. Trop. Special. Ed. :  129-136.

Sumarsono, 2002.  Ketahanan Sentro (Centrosema pubescens Benth) dalam Pertanaman Campuran dengan Setaria (Setaria splendida Staft) yang Menerima Pupuk Fosfat dan Beda Interval Pemotongan.  J. Pengemb. Pet. Trop. 27 (2) : 76-82.

PLN Akan Beli Listrik Dari PLTU Mulut Tambang Sumsel-7

JAKARTA - PT PLN (Persero) bersama konsorsium Madhucon Project Ltd, Madhucon Sugar & Power Industries Ltd dan PT Madhucon Indonesia sepakat mengadakan perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement /PPA) Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumatera Selatan-7 berkapasitas 2 x 150 MW. Nota PPA ditandatangani pada Selasa, 1 Mei 2012 di Kantor PLN Pusat Jakarta oleh Direktur Utama PLN, Nur Pamudji dan Presiden Direktur PT Madhucon Sriwijaya Power N. Krishnaiah selaku perwakilan konsorsium pengembang yang akan membangun PLTU Sumsel 7 yang berlokasi di Kecamatan Keluang Kabupaten Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan. Madhucon Project Ltd merupakan perusahaan infrastruktur asal India, sekaligus sebagai Independen Power Producer (IIP) India yang pertama di Indonesia.

Tarif jual beli tenaga listrik yang disepakati kedua belah pihak adalah sebesar 5,8099 cent/kWh. Biaya investasi pembangunan PLTU ini sekitar 455 juta USD. PLTU Sumsel-7 direncanakan selesai pada Mei 2016 atau 36 bulan sejak financing date. Listrik yang dihasilkan PLTU Sumsel-7 akan disalurkan melalui jaringan transmisi interkoneksi Tapping T/L 275 kV Aurduri-Betung.

Dirut PLN Nur Pamduji mengatakan bahwa kerjasama IPP dengan perusahaan India ini merupakan yang pertama kali dilakukan oleh PLN. Sebelumnya PLN telah bekerjasama perusahaan asing terkait IPP ini seperti dari Amerika, Jepang dan China. “Saya berharap proyek ini dapat dikerjakan secepatnya, karena PLTU Sumsel-7 ini sangat penting bagi kami khususnya untuk memperkuat pasokan listrik di wilayah Sumatera Bagian Selatan,” ujar Nur Pamudji.
PLTU Sumsel 7 merupakan bagian dari beberapa proyek PLTU Mulut Tambang yang akan dibangun di Sumatera Selatan dengan total kapasitas 4.200 MW. Pada masa pendanaan (financing close) selama 1 tahun, Proyek Sumsel-7 akan direncanakan pendanaannya dari Bank India yang nantinya akan diverifikasi oleh PLN dan jika telah terpenuhi juga pemenuhan persyaratan lainnya sebagaimana diatur di dalam PPA akan dinyatakan financing date sehingga bisa dimulai konstruksinya. (SF)

http://www.esdm.go.id/berita/listrik/39-listrik/5685-pln-akan-beli-listrik-dari-pltu-mulut-tambang-sumsel-7.html

Rabu, 30 Oktober 2013

19 September 2013 PLN Targetkan Bangun Pembangkit EBT 13.000 MW

JAKARTA - PT PLN (Persero) menargetkan pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar energi baru dan terbarukan (EBT) berkapasitas 13.000 MW selama 2012-2021.
Kepala Divisi EBT PLN M Sofyan di Jakarta, Kamis (19/9), mengatakan pembangunan pembangkit itu akan meningkatkan penggunaan sumber energi EBT dari 12 persen menjadi 20 persen pada 2021.
"Pada 2012, penggunaan bahan bakar non-EBT atau fosil mencapai 88 persen yang terdiri dari batu bara 44 persen, BBM 23 persen, dan gas 21 persen. Porsi EBT hanya 12 persen," katanya.
Dari sisi kapasitas pembangkit listrik, pemakaian non-EBT atau fosil sebesar 86,3 persen dan EBT 13,7 persen. Dari rencana 13.000 MW itu, sebanyak 6.300 MW di antaranya berasal dari panas bumi.
Sofyan menambahkan, dukungan pengembangan pembangkit EBT antara lain perlunya penyederhanaan izin kawasan hutan dan izin pemerintah daerah sesuai kebijakan energi nasional.
Dukungan lain adalah pengembang proyek yang berpengalaman dan berkualitas merupakan faktor kunci keberhasilan pada pengembangan EBT. "Prakualifikasi proses sangat diperlukan," katanya.
Selain itu, kualitas laporan studi kelayakan dan peningkatan kapasitas konsultan lokal."Sebanyak 47 persen pendanaan diharapkan berasal dari swasta dan sisanya PLN," katanya.
PLN merencanakan pembangunan pembangkit berkapasitas 57.000 MW pada periode 2012 hingga 2021 dengan nilai investasi 77,3 miliar dolar AS.
Sebanyak 47 persen investasi diharapkan berasal dari swasta melalui skema pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) dan sisanya PLN. (ID/tk/ant)
Sumber : investor.co.id

http://www.ptpjb.com/pers-383-19-september-2013-pln-targetkan-bangun-pembangkit-ebt-13000-mw.htm

Rabu, 09 Oktober 2013

Pembangkit Tenaga Micro Hydro

Air dapat dimanfaatkan dalam berbagai cara, salah satunya untuk pembangkit tenaga. Kita mengenal kincir air. Teknologi kincir air ini telah dikenal oleh orang Inggris sekitar 900 tahun yang lalu. Perkembangannya semakin pesat memasuki abad XIX, di mana pada waktu itu jumlah kincir angin yang beroperasi di Inggris mencapai 20.000 unit. 

Di kawasan Eropa, Asia, dan sebagian Afrika, kincir air digunakan untuk menggerakkan mesin industri.

Perkembangan berikutnya ialah munculnya teknologi turbin air. Seiring dengan kemajuan zaman, turbin bertenaga air saat ini telah memiliki kemampuan untuk berputar dalam kecepatan yang sangat tinggi. 

Dari sini muncullah tenaga air (hydropower), yang memiliki kelebihan ramah lingkungan, dapat diperbaharui dan bersumber dari alam. Eksistensi hydropower sangatlah bermanfaat untuk pengairan sawah dan persediaan air minum. 

Cina termasuk negara yang sangat “getol” memanfaatkan hydropower. Negara tersebut telah memiliki lebih dari 85.000 unit pembangkit listrik tenaga hidro berskala kecil.

Berdasarkan kapasitas dayanya, hydropower dapat dibagi menjadi 5 (lima) jenis, sebagai berikut:

(1) Large-hydro. Memiliki daya lebih dari 100 MW dan digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik berskala besar;
(2) Medium-hydro. Memiliki daya antara 15 dan 100 MW dan digunakan sebagai pembangkit listrik berskala menengah;
(3) Small-hydro. Memiliki daya antara 1 dan 15 MW dan digunakan sebagai pembangkit listrik berskala menengah ke bawah;
(4) Mini-hydro. Memiliki daya di atas 100 kW namun di bawah 1 MW dan digunakan untuk pembangkit tenaga tertentu;
(5) Micro-hydro. Memiliki daya antara beberapa ratus Watt untuk pengisian ulang (recharge) baterai dan 100kW untuk aplikasi pengolahan makanan. Jenis micro-hydro mengalirkan daya untuk masyarakat kecil atau industri pedesaan di daerah pelosok yang letaknya jauh dari pusat pembangkit listrik.

Dari kelima jenis hydropower tersebut di atas, akhir-akhir ini perhatian banyak dicurahkan pada usaha untuk menciptakan micro-hydro power terkait dengan penyediaan pembangkit tenaga bagi masyarakat yang tinggal di daerah pelosok yang masih kekurangan suplai tenaga listrik untuk keperluan sehari-hari mereka.

Turbin micro-hydro adalah sebuah cara yang efisien untuk menghasilkan listrik dengan cara sendiri karena sangat ramah lingkungan. Teknologi ini, jika tidak dapat dikatakan tidak berdampak, memiliki dampak yang kecil sekali bagi lingkungan dan akan memberikan energi yang kontinyu bagi kita dengan biaya yang relatif murah.

Skema komponen Micro-hydro
Sekarang kita akan mengetahui tentang skema komponen micro-hydro yang memanfaatkan aliran sungai (run-of-the-river micro-hydro scheme). Terdapat sejumlah komponen utama dari skema micro-hydro (lihat Gambar 1). Jenis skema pada gambar tersebut, kita tidak memerlukan tempat penampungan air, melainkan cukup dengan mengalihkan aliran air dari sungai menuju saluran yang dibuat pada lembah sungai, kemudian menuju ke turbin melalui sebuah komponen yang dinamakan “penstock”. Turbin menggerakkan generator dan menghasilkan listrik. Jalur transmisi dapat diperluas ke lingkungan setempat, dalam hal ini pedesaan, untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam bentuk lampu penerangan dan kebutuhan lainnya.

Menghasilkan daya dari air
Untuk menentukan potensi daya dari air yang mengalir di sungai atau arus, maka kita perlu menentukan terlebih dahulu tingkat aliran air dan head tempat air akan bergerak jatuh dengan arah vertikal/tegak lurus. Tingkat aliran (atau flow rate) adalah kuantitas air yang mengalir melalui sebuah titik pada waktu tertentu. Satuan dari tingkat aliran air adalah liter/detik atau meter-kubik/detik. Sedangkan ‘head’ adalah perbedaan ketinggian antara sumber air dan lokasi turbin. Istilah lengkapnya adalah ’static head’. Adapun daya potensial yang dihasilkan dihitung dengan persamaan (1) di bawah ini:

Daya teoretikal (P) = Tingkat Aliran (Q) x Head (H) x Gravitasi (g)
Gravitasi memiliki nilai konstan = 9,81 meter per detik kuadrat
Dengan demikian maka akan diperoleh persamaan (2)
P = 9,81 x Q x H dalam satuan kiloWatt (kW)

Namun demikian, energi akan selalu hilang jika mengalami perubahan satu bentuk ke bentuk lainnya. Turbin air berukuran kecil jarang yang memiliki tingkat efisiensi lebih baik daripada 80%. Daya juga akan hilang manakla berada di dalam pipa yang membawa air menuju ke turbin. Hilangnya daya ini disebabkan oleh adanya gesekan, atau disebut dengan istilah “frictional losses”. 

Dengan menggunakan desain yang cermat, maka hilangnya energi dan daya dapat ditekan. Untuk turbin air berskala kecil, efisiensi secara keseluruhan yang paling ideal adalah sekitar 50%. Dengan kata lain, nilai P harus dikalikan dengan 0,50 dari angka yang sebenarnya.

Contoh: Sebuah generator set turbin yang beroperasi pada head setinggi 10 meter dengan flow rate 0,3 meter-kubik/detik akan menghasilkan listrik sebesar: (9,81 x 0,5 x 0,3 x 10) = 18 kiloWatt.

Kondisi yang ideal untuk micro-hydro power
Daerah yang paling ideal secara geografis untuk membangun hydro-power berskala kecil adalah daerah yang memiliki aliran sungai yang mengalir sepanjang tahun dengan sudut kemiringan yang tidak terlalu landai,  misalnya daerah pegunungan. Syarat lainnya adalah curah hujan yang tinggi sepanjang tahun dan daerah kepulauan dengan iklim maritim dengan tingkat kelembaban tinggi. Dengan demikian, maka Indonesia boleh dikatakan ideal untuk menjadi tempat pengembangan micro-hydro power ini.

Turbin
Turbin berfungsi untuk mengubah aliran air yang mengalir dengan arah vertikal menjadi “shaft power”. Terdapat berbagai jenis turbin  dan pilihan terhadap satu jenis turbin harus disesuaikan dengan ketinggian tekanan (pressure head) dan aliran desain untuk instalasi hydropower.

Faktor muatan (load factor)
Load factor adalah jumlah daya yang digunakan dibagi dengan jumlah daya yang ada jika turbin hendak digunakan secara kontinyu. Berbeda dari teknologi-teknologi yang memerlukan sumber bahan bakar yang mahal harganya, ‘bahan bakar’ untuk pembangkit tenaga hydropower tidak perlu membeli. Hanya saja, kita harus mempedulikan satu hal, yakni tumbuhan. Tumbuhan adalah penyimpan cadangan air sehingga daerah sekitar pembangkit hydro-power harus dijaga agar tetap subur. Semakin banyak tingkat kebutuhan hydro-power bagi penduduk, semakin banyak pula volume tumbuhan yang harus dijaga.

Referensi:
Dr. Hartuti Purnaweni, MPA.Universitas Diponegoro Semarang.
MDG Practical Answers to Poverty. “Micro-Hydro Power”. (www.mdg.org)
The Schumacher Centre for Technology & Development. “Practical Action, Technology challenging poverty.” (www.practicalaction.org)
Jacques Chaurett eng. “Micro-Hydro Installation Sizing.” January 17, 2008. (www.lightmypump.com)

Mengenal Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro

Mikrohidro atau yang dimaksud dengan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH), adalah suatu pembangkit listrik skala kecil yang menggunakan tenaga air sebagai tenaga penggeraknya seperti, saluran irigasi, sungai atau air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan (head) dan jumlah debit air[1]
Mikrohidro merupakan sebuah istilah yang terdiri dari kata mikro yang berarti kecil dan hidro yang berarti air.[rujukan?] Secara teknis, mikrohidro memiliki tiga komponen utama yaitu air (sebagai sumber energi), turbindan generator.[rujukan?] Mikrohidro mendapatkan energi dari aliran air yang memiliki perbedaan ketinggian tertentu.[rujukan?] 
Pada dasarnya, mikrohidro memanfaatkan energi potensial jatuhan air (head).[rujukan?] Semakin tinggi jatuhan air maka semakin besar energi potensial air yang dapat diubah menjadi energi listrik
Di samping faktor geografis (tata letak sungai), tinggi jatuhan air dapat pula diperoleh dengan membendung aliran air sehingga permukaan air menjadi tinggi[2]. Air dialirkan melalui sebuah pipa pesat kedalam rumah pembangkit yang pada umumnya dibagun di bagian tepi sungai untuk menggerakkan turbin atau kincir air mikrohidro. Energi mekanikyang berasal dari putaran poros turbin akan diubah menjadi energi listrik oleh sebuah generator
Mikrohidro bisa memanfaatkan ketinggian air yang tidak terlalu besar, misalnya dengan ketinggian air 2.5 meter dapat dihasilkan listrik 400 watt[3]. Relatif kecilnya energi yang dihasilkan mikrohidro dibandingkan dengan PLTA skala besar, berimplikasi pada relatif sederhananya peralatan serta kecilnya areal yang diperlukan guna instalasi dan pengoperasian mikrohidro. Hal tersebut merupakan salah satu keunggulan mikrohidro, yakni tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. 
Perbedaan antara Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan mikrohidro terutama pada besarnya tenaga listrik yang dihasilkan, PLTA dibawah ukuran 200 KW digolongkan sebagai mikrohidro. Dengan demikian, sistem pembangkit mikrohidro cocok untuk menjangkau ketersediaan jaringan energi listrik di daerah-daerah terpencil dan pedesaan[4]. Beberapa keuntungan yang terdapat pada pembangkit listrik tenaga listrik mikrohidro adalah sebagai berikut [3] :
  1. Dibandingkan dengan pembangkit listrik jenis yang lain, PLTMH ini cukup murah karena menggunakan energi alam.
  2. Memiliki konstruksi yang sederhana dan dapat dioperasikan di daerah terpencil dengan tenaga terampil penduduk daerah setempat dengan sedikit latihan.
  3. Tidak menimbulkan pencemaran.
  4. Dapat dipadukan dengan program lainnya seperti irigasi dan perikanan.
  5. Dapat mendorong masyarakat agar dapat menjaga kelestarian hutan sehingga ketersediaan air terjamin.

Senin, 07 Oktober 2013

Toyota Gandeng Pertamina Kembangkan Energi Biru

TEMPO.CO Jakarta: PT Pertamina (Persero) bekerja sama dengan Toyota Moto Corporation dalam penelitian dan pengembangan energi alternatif. Kedua pihak akan meneliti dan mengembangkan biofuel, compressed natural gas (CNG) dan bahan bakar minyak (BBM) dengan standard Euro 4 untuk transportasi darat.
Studi bersama ini akan dilaksanakan dalam jangka waktu 2 tahun setelah nota kesepahaman diteken oleh Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina M. Afdal Bahaudin dan Managing Officer Toyota Motor Corporation Japan Soichiro Okudaira pada Jumat, 15 Februari 2013.
»Studi bersama ini untuk memanfaatkan energi alternatif khususnya untuk sektor transportasi yang saat ini masih sangat bergantung pada BBM konvensional,” kata M. Afdal Bahaudin.
Sekitar 94 persen konsumsi energi Indonesia masih ditopang oleh energi fosil. Porsi terbesar adalah minyak bumi (47 persen), diikuti batubara (26 persen) dan gas alam (21 persen). Konsumsi energi Indonesia 0,9 ton oil equivalent (toe) per kapita per tahun.
Rancangan Kebijakan Energi Nasional memproyeksikan konsumsi energi nasional akan meningkat menjadi 1,7 toe per kapita per tahun pada 2025. Pada saat itu bauran energi ditargetkan porsi minyak bumi tinggal 23,7 persen, batubara 30,7 persen, gas alam 19,7 persen dan energi baru terbarukan 25,9 persen.

Energi Terbarukan Butuh Komitmen Pemerintah

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA – Meskipun dianggap memiliki masa depan yang cerah namun energi terbarukan di Indonesia masih mendapatkan berbagai kendala. Komitmen yang besar dari pemerintah diperlukan agar bisa mencapai target 25 persen pemakaian energi terbarukan pada 2025.

 
Kepala BPPT Marzan Aziz Iskandar menyatakan, Indonesia memiliki sumber energi terbarukan yang sangat banyak dan bervariasi. “Kita tinggal memilih energi terbarukan mana yang harus digarap lebih dulu,” ujarnya, Selasa (1/10). Menurutnya dari semua potensi yang ada, energi yang paling bisa dieksploitasi dalam waktu dekat adalah panas bumi atau geothermal, biofuel, dan photovoltaic. 
 
Sayangnya saat ini, produksi energi tersebut masih rendah. Kapasitas terpasang panas bumi misalnya baru sekitar 3.442 megawatt (MW). Sedangkan target yang dikehendaki mencapai 9.500 MW pada 2025. Untuk mencapainya menurut Marzan bukan hal yang mudah. BPPT terus mengembangkan sejumlah teknologi untuk meningkatkan kapasitas eksplorasi panas bumi bersama perusahaan lokal dengan konten lokal sebanyak 64 persen. 
 
Namun upaya pengembangan panas bumi dan energi terbarukan lainnya masih terbentur masalah perizinan. “Ketiadaan sistem satu pintu membuat masalah perizinan menjadi hal yang rumit,” katanya. Untuk melakukan eksplorasi panas bumi misalnya, investor harus mendapatkan izin tidak hanya pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), namun juga Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah. 
 
Masalah lainnya adalah minimnya insentif dari pemerintah untuk energi terbarukan. Pemerintah sebenarnya telah mengeluarkan kebijakan feed in tariff atau harga jual yang ditetapkan pemerintah dengan telah mempertimbangkan keekonomian yang layak bagi para investor energi terbarukan. 
 
Sayangnya upaya tersebut belum benar-benar efektif karena harganya tak cukup bersaing dengan harga energi fosil, seperti minyak ataupun batubara. Hal ini membuat banyak investor tak tertarik menetapkan dananya untuk mengembangkan energi terbarukan. Sementara sulitnya menemukan energi terbarukan membuat masyarakat tak mau beralih dari energi fosil. 
 
Minimnya komitmen pemerintah dalam mengembangkan energi ini juga terlihat dari rendahnya anggaran yang disediakan yang hanya Rp 561 miliar. Nilai ini lebih rendah dari anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang mencapai 194,9 triliun pada tahun depan. 
 
Nilai tersebut juga lebih rendah dari anggaran yang disediakan negara lain di Asia Pasific seperti Australia. Perwakilan pemerintah Australia dalam forum energi Asia Pasific Economy Cooperation (APEC) Hellen Bennet menyatakan, negara tersebut mengalokasikan setidaknya 3 miliar dolar Australia atau sekitar Rp 3,24 triliun untuk mengembangkan potensi energi terbarukan yang dimilikinya yaitu angin dan matahari. 
 
Pemerintah Australia juga menyalurkan anggaran dengan nilai yang sama untuk mengurangi emisi serta menyediakan 1 juta atap penghimpun energi matahari. Mereka juga menerapkan insentif yang besar bagi investor yang tertarik untuk masuk dalam bisnis ini. Langkah tersebut mereka lakukan untuk mencapai target 20 persen energi terbarukan pada 2020

Reporter : Fitria Andayani
Redaktur : Nidia Zuraya

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/13/10/01/mtze8c-energi-terbarukan-butuh-komitmen-pemerintah
 

Blogger news

Blogroll

BERBAGI IDE MENARIK

Kalau Anda memiliki ide tentang renewable dan sustainable energi yang bisa diterapkan di Indonesia, ayo berbagi disini